MENU-ARTIKEL
BASMALAH DALAM SURAT AL-FATHAH
A. Pendapat Imam Madzhab
Para ulama berbeda pendapat mengenai bacaan basmalah dalam shalat:
1. Imam Malik melarang membacanya dalam shalat fardlu, baik secara jahr (keras) maupun secara sirr (lembut), baik dalam membuka Al-Fatihah maupun dalam surat lainnya, tetapi beliau membolehkan membacanya dalam shalat nafilah (sunnah)
2. Imam Abu Hanifah mengharuskan membacanya ketika membaca Al-Fatihah dalam shalat secara sirr (lembut) pada setiap rakaat, dan lebih baik membacanya ketika membaca setiap surat.
3. Imam asy-Syafiëi berpendapat wajib membacanya dalam shalat secara jahr (keras) dalam shalat jahr, tetapi dalam shalat sirr wajib dibaca dengan sirr.
4. Imam Ahmad ibnu Hanbal berpendapat harus membacanya dengan sirr dalam shalat dan tidak mensunnahkan membacanya dengan jahr.
Sumber perbedaan pendapat tersebut adalah karena perbedaan pendapat mengenai status basmalah, apakah ia termasuk surat Al-Fatihah, dan termasuk permulaan tiap-tiap surat atau tidak. Secara ringkas, perbedaan pendapat tersebut dapat kami uraikan sebagai berikut:
1. Asy-Syafiiyyah berpendapat bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah dan merupakan awal dari setiap surat dalam al-Qurían.
2. Al-Malikiyyah berpendapat, bahwa basmalah bukan merupakan ayat, baik dari surat Al-Fatihah maupun dari al-Quran.
3. Al-Hanafiyyah mengambil jalan tengah, antara asy-Syafiiyyah dan al-Malikiyyah. Mereka berpendapat, bahwa penulisan basmalah dalam al-Mushhaf menunjukkan bahwa basmalah adalah ayat al-Qurían, tetapi tidak menunjukkan bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari tiap-tiap surat. Hadits-Hadits yang memberitakan bahwa basmalah tidak dibaca dengan keras dalam shalat ketika membaca Al-Fatihah menunjukkan, bahwa basmalah bukan salah satu ayat dari surat Al-Fatihah, tetapi mereka menetapkan bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari al-Qurían, yang diturunkan sebagai pembatas antara satu surat dengan surat lainnya, sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: Bahwa Rasulullah saw tidak mengetahui batas-batas surat sebelum diturunkan ëBismillahir-Rahmanir-Rahimí.
B. Pendapat Ulama Tentang Basmalah Tidak Termasuk Surat Al-Fatihah
Adapun dasar di dalam nash, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Aku telah membagi shalat (surat Al Fatihah) menjadi dua bagian, separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca, ‘Alhamdulillahirabbil ‘alamiin.’ Maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Apabila ia membaca, ‘Ar-Rahmanir rahiim’. Maka Allah menjawab, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku’. Apabila ia membaca, ‘Maliki yaumiddiin’. Maka Allah menjawab, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku’. Apabila ia membaca, ‘Iyyakana’budu waiyyaka nasta’iin’. Maka Allah menjawab, ‘Ini adalah di antara aku dan hambaku’. Apabila ia membaca, ‘Ihdinas shirathal mustaqim’, maka Allah berfirman, ‘Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta.’ “(HR. Muslim)
Ini semacam penegasan bahwa basmalah bukan termasuk dalam surat Al-Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah shalat malam bermakmum di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Mereka semua membuka shalat dengan membaca, “Alhamdu lillaahi rabbil ‘alamin” dan tidak membaca; “Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal bacaan maupun di akhirnya. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Maksudnya mereka tidak mengeraskan bacaannya. Membedakan antara basmalah dengan hamdalah dalam hal dikeraskan dan tidaknya menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah.
Adapun dari sisi bentuk dan maknanya, maka Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dengan kesepakatan para ulama. Apabila engkau ingin membagi ketujuh ayat dalam surat tersebut, engkau akan menemukan pertengahannya adalah firman Allah ta’ala,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Ini adalah ayat yang disebut oleh Allah, “Aku membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian”.
Maka ketiga ayat bagi Allah adalah ketiga ayat yang pertama, dan ketiga ayat bagi hamba adalah ketiga ayat yang terakhir, dan satu ayat di antara hamba dan Rabbnya adalah ayat keempat yang ada di tengah.
Kemudian dari sisi bentuk dari sisi lafazh apabila kita katakan bahwa basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah, maka ayat yang ketujuh akan menjadi panjang seukuran dua ayat. Dan telah diketahui bahwa pada asalnya ukuran ayat yang berdekatan itu hampir saling mendekati ukuran panjang pendeknya.
Dan yang benar dan tidak diragukan lagi bahwa basmalah tidaklah termasuk Al-Fatihah sebagaimana basmalah bukanlah merupakan bagian dari surat-surat yang lain.
C. Pendapat Ulama Basmalah Bagian Dari Surat Al-Fatihah
Basmalah termasuk surat al-fatihah dalam shalat. Pendapat ini berlandaskan Hadits-Hadits sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Saya shalat bersama Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman, tetapi saya tidak mendengar seorang pun di antara mereka yang membaca: Bismillahir rahmanir rahimí.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, menceritakan bahwa Anas tidak mendengar bacaan basmalah dari Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tetapi, bukan berarti bahwa mereka tidak membaca basmalah sama sekali, sebab kemungkinan mereka membacanya secara sirr, tidak jahr (keras). Sebab dalam riwayat lainnya, yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasaíi, dan Ibnu Khuzaimah, juga dari Anas, menyatakan:
Ini menunjukkan bahwa mafhumnya adalah mereka membacanya secara sirr, Hadits yang ditakhrijkan oleh Muslim tersebut menurut para ulama adalah Hadits yang berderajat shahih.
Diriwayatkan dari Abu Hilal, diriwayatkan dari Nuíaim al-Mujammir, ia berkata: Saya shalat dibelakang Abu Hurairah (makmum). Maka beliau membaca Bismillahir-Rahmanir-Rahimí, kemudian membaca Ummul-Qurían, hingga ketika sampai pada Ghairil-maghdlubi alaihim waladl-dlaalliiní beliau membaca Amiiní. Kemudian, orang-orang yang bermakmum membaca Amiiní. Dan setiap bersujud beliau membaca Allahu Akbarí dan apabila berdiri dari duduk dalam dua rakaat, beliau membaca Allahu Akbarí, dan apabila membaca salam (sesudah selesai), beliau berkata: Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya saya orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah saw.
Hadits ini diriwayatkan oleh an-Nasaíi dari Nuíaim al-Mujammir, menyatakan bahwa ketika ia shalat di belakang Abu Hurairah (makmum), beliau membaca Bismillahir rahmanir rahimí. Kemudian setelah selesai shalat beliau berkata: Saya adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Nabi saw. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Nabi saw membaca basmalah dengan jahr ketika mengerjakan shalat. Perlu diketahui bahwa Abu Hurairah adalah sahabat yang dekat sekali kepada Nabi saw, dan tidak diragukan kejujuran, kepercayaan, ingatan serta kecerdasannya. Maka tidaklah mungkin beliau berdusta. Ash-Shanëani menyatakan, bahwa Hadits tersebut adalah Hadits yang paling shahih dalam masalah basmalah .
Diriwayatkan dari Qatadah, diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Saya shalat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman ra, tetapi saya tidak mendengar seorang pun di antara mereka yang membaca Bismillahir rahmanir rahimí dengan keras.
Hadits ini diriwayatkan oleh an-Nasaíi dari Anas menyatakan, bahwa Anas tidak mendengar Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman mengeraskan suaranya dalam membaca Bismillahir rahmanir rahimí. Dari Hadits tersebut dapat diambil pengertian (mafhum), bahwa Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman membaca basmalah dengan sirr. Menurut para ahli Hadits, Hadits tersebut termasuk Hadits shahih.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila kamu membaca al-hamdu lillah (surat Al-Fatihah), maka bacalah Bismillahir rahmanir rahimí, sebab surat Al-Fatihah adalah Ummul-Qurían dan Ummul-Kitab dan Sabíul-Matsani, adapun basmalah adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah.
Hadits ini ditakhrijkan oleh ad-Daruquthni dari Abu Hurairah, menyatakan bahwa Nabi saw pernah memerintahkan kepada para sahabat untuk membaca basmalah apabila membaca Al-Fatihah, sebab basmalah adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah, dan menurut ad-Daruquthni Hadits tersebut adalah shahih.
Diriwayatkan dari Anas ra, bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan Rasulullah saw (surat Al-Fatihah), maka Anas menjawab: Bacaannya secara madd (panjang). Lalu ia membaca Bismillahir rahmanir rahim, Al-Hamdu Lillahi Rabbil Alamin, ar-Rahmanir-Rahim, Maliki Yaumid-din.
Hadits ini ditakhrijkan oleh al-Bukhari dari Anas, menyatakan bahwa Rasulullah saw membaca basmalah apabila membaca surat Al-Fatihah. Menurut ad-Daruquthni, sanad Hadits tersebut adalah shahih.
Menurut para ahli Hadits, kelima Hadits tersebut adalah shahih dan tidak dapat diketahui mana di antara Hadits-Hadits tersebut yang datang lebih dahulu, sehingga tidak dapat ditetapkan mana yang nasikh (yang menghapus) dan mana yang mansukh (yang dihapus). Justru Hadits-Hadits tersebut dapat dikompromikan dan dapat diamalkan semuanya. Oleh karena itu bahwa Rasulullah saw kadang-kadang membaca basmalah secara jahr dan kadang-kadang membacanya secara sirr. bahwa yang mengatakan bahwa basmalah adalah salah satu ayat dari ayat-ayat surat Al-Fatihah, boleh dibaca secara jahr dan boleh pula dibaca secara sirr dalam shalat jahr, yaitu shalat yang diharuskan membaca surat Al-Fatihah secara jahr.
D. Basmalah Dalam Surat Al-Fatihah Ketika Shalat Dibaca Jahr Atau Sirri
Para ulama fikih sejak dahulu telah berbeda pandangan dalam menyikapi hal tersebut. Apakah basmalah satu ayat tersendiri yang ditulis setiap awal surat dalam Al-Qur’an atau dia hanya ditulis di awal surat Al-Fatihah saja?
Pertama kali yang harus kita ketahui adalah bahwa para ulama telah bersepakat bahwa basmalah adalah satu ayat yang tercantum di dalam surat Al-Naml.
Para ulama qira’ah Makkah dan Kufah menegaskan bahwa basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah dan juga surat lainnya.
Namun ulama Qiraah Madinah, Bashrah dan Syam, menegaskan bahwa basmalah tidak termasuk ayat, baik pada surat Al-Fatihah maupun surat-surat lainnya, mereka mengatakan bahwa basmalah ditulis untuk mendapatkan keberkahan dan sebagai pembatas antara satu surat dengan surat lainnya.
Mereka bersandarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW adalah tidak mengetahui pembatas surat hingga turunlah kepadanya bismillahirrahmanirrahim.
Bagi mereka yang mengatakan bahwa basmalah adalah ayat di setiap surat (selain surat Al-Taubah), mereka berbeda pendapat, apakah menjaharkan basmalah atau tidak, ada dua pendapat :
1. Pendapat tidak dijaharkan (dibaca pelan) ketika membaca surat Al-Fatihah.
Pendapat ini didukung oleh para ulama diataranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Al-Tausri, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Imam Ahmad bin Hambal, Al-Auza’i.
Mereka bersandarkan diantaranya dengan beberapa hadits berikut :
a. Dari Abu Hurairah, bahwasanya di shalat dan menjaharkan bacaan basmalah. Setelah selesai shalat dia pun berkata : “sesungguhnya shalatku lebih mirip dengan shalat Rasulullah SAW bila dibandingkan dengan shalat kalian”. (HR. Nasa’I dalam Sunannya, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan Hakim dalam Al-Mustadrak. Di shaihkan oleh Al-Daraquthnu, Al-Baihaqi dan lainya)
b. Dari Ibnu Abbas, adalah Rasulullah SAW menjaharkan bacaan “bismillahirrahmanirrahim” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak, dan dia berkata : Shahih)
2. Pendapat menjaharkan ketika membaca Al-fatihah.
Pendapat ini didukung oleh sebagian ulama madinah diantara Ibnu Umar, Ibnu Syihab juga di dukung oleh Imam syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka bersandarkan diantaranya dengan beberapa hadits berikut :
Aisyah berkata : “adalah Rasulullah SAW membuka shalatnya dengan bertakbir dan bacaan “alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” (HR. Muslim)
a. Anas berkata : “ Aku pernah shalat (menjadi makmum) di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulainya dengan “Alhamdulillahi Rabbil ‘lamin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas berkata : “ Aku shalat bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman. Dan aku tidak mendengar seorang pun dari mereka membaca bismillahirrahmanirrahim”.
Sebenarnya masalah ini adalah masalah ijtihadiyah bukan masalah yang qath’iyah (yang pasti kebenarannya), sebagaimana yang dikira oleh banyak orang yang tidak memiliki kedalaman masalah fikih ikhtilaf, sehingga membuat mereka sampai pada tingkat mengkafirkan kaum muslimin lainnya yang tidak sejalan dengan pendapat para imam madzhabnya.